"Gimana kalau kita ketemu minggu besok?"
"Oke"
"Nanti aku ke bogor ya.."
"Iya boleh" Nindi mengetik dengan bibir melengkung dan mata melihat seolah-olah bunga mawar ada disekelilingnya. Siang itu tak terasa panas, Nindi terus menggenggam handphonenya, menanti pesan yang akan masuk darinya. Deretan kata-kata yang selalu membuat dia melengkungkan bibir, mata berbinar dan mengepalkan tangan sambil teriak yes.


Nindi terus melihat jam ditangan, melihat kalender, dan terus menerus menanti matahari tenggelam, agar hari cepat berlalu dan tibalah saat itu.



"Lagu-lagu cinta itu semuanya lebay yah? Ga terkecuali. Pasti gitu. Nih seperti yang kita dengerin sekarang"
"Iya pastinya sih. Tapi kelebihan itu atau ke-lebay-an itu memang terjadi secara alami. Apa yg dirasakan si pengarang lagu, dan dia cuman mencoba mendeskripsikan"
"Betul banget"
"Kamu tau ga kenapa aku merasa harus nonton film itu"
"Yaa pastinya karena syutingnya di Malang kan?"
"Hahahhaa.. Iya.... dan aku juga kangen banget pengen lihat Gunung Bromo." Radit menjawab dengan senyum sumringah. Dia kembali menyuap sushi dihadapannya.

Nindi terdiam, dia melihat Radit dihadapannya. Pria ini datang disaat dia mulai mencari apa artinya cinta. Mencerna setiap detik yang mereka lalui. Mendengar setiap oktaf suaranya. Melalui detik kebersamaan dihari libur dengannya. Bibir Nindi melengkung, dia merasakan sesuatu yang membuncah didadanya. Seperti kupu-kupu yang hendak terbang dari sangkar kecilnya di taman bunga. 
Tapi.. Apakah Radit merasakan yang dia rasakan sekarang?
Apakah Radit merasakan kegembiraan, dada yang membuncah, bibir yang selalu melengkung jika menerima pesan darinya.
Aku harap begitu, aku harap dia merasakan yang sama, aku harap Tuhan memberikan keadilan untuknya kali ini.


Segini dulu Flash Fiction nya yah see you next post :D
Everyday writing, write everything in 30 days
Day 12

0 Komentar