"Oh, jadi dia ya?"
Tangannya gemetar menekan huruf dihandphone itu.

"Iya, begitulah. Ini baru kok"
"Cantik yah.. Tentunya aku ga sebanding"
"Bukan begitu Al"
"Selamat yah.." Dengan bisikan dihatinya, jangan lupakan aku walau aku bukan yang istimewa.
"Aku kenal disini, anak magang" terlihat tulisan muncul kembali di layar handphonenya.
Dia menengadahkan kepala, melihat sekilas keluar jendela.
"Stop pak" lebih baik dia turun, menenangkan diri dulu, dia tak bisa pulang dalam keadaan begini.
Kakinya tak bisa menopang tubuh yang telah rapuh dan hati yang telah hancur. Dia duduk disebuah halte dipinggir jalan, memeluk tiang halte, mencari-cari tisu dalam tasnya. Ya Tuhan... Hidungnya berair, nafasnya tersengal, wajahnya memerah dan hangat air mata jatuh tak terbendung. Sekali lagi dia mendapat penolakan dari keadaan dan harapan.

Seharusnya dia benar-benar sadar, hari ini, detik seperti ini akan datang, cepat atau lambat. Dia mengerti itu, tapi hatinya memang masih sedikit berharap, walau hanya bilangan desimal setelah angka nol dalam persen. Sebuah harapan laki-laki itu akan melihat wajahnya, dan tahu bahwa baginya ini semua belum berakhir.


Dengan bisikan dihatinya, suatu hari nanti aku akan menemukan seseorang seperti kamu.

Handphone itu terus bergetar, pesan-pesan lain berbondong masuk. Dia sudah tak tahan. Lebih baik menyimpan handphonenya ke dalam tas.
Dia hanya melihat zebra cross didepan tempat dia duduk. Sebuah bangunan mall berdiri disebrangnya. Gedung itu bercahaya, mencoba menerangi hatinya yang suram. Langit sudah gelap.




PS : Sebuah flash fiction lagi... ihiiyy....
See you soon
Everyday writing, write everything in 30 days.
Day 8


0 Komentar